2009 06 09 Cinta Hening Ayu
Cinta Hening Ayu
Fenomena Pendewasaan Adat Budaya Bali
Oleh Dr. Ni Putu Tirka Widanti
Ayu seorang gadis desa berasal dari Bali Timur memiliki paras anggun cantik dan dari keluarga yang berkasta. Selepas SMA Ayu memilih untuk mencari pekerjaan dan di usia nya yang masih sangat belia (19 th) Ayu memulai karirnya sebagai staff Kitchen di sebuah perusahaan swasta yang dimiliki oleh investor Asing. Di perusahaan ini bertemulah dia dengan pujaan hati yang bernama Wayan. Wayan rumahnya tidak jauh dari perusahaan kedua belah pihak bekerja. Tanpa memandang status, Ayu menjalankan cintanya tak perduli apa latar belakang si Wayan. Dua bulan setelah mereka berdua mengikrarkan pertalian cintanya baru diketahui kalau Wayan sakit-sakitan, sering memperlihatkan peringai yang aneh. Melihat kenyataan yang ada disini Ayu mulai bimbang. Sempat terlintas di benaknya ingin memutuskan tali percintaannya bukan hanya karena Wayan sakit-sakitan namun karena status dua insan ini berbeda, sudah barang tentu keluarga Ayu terutama Ibundanya tidak merestui putri kesayangannya kelak dinikahi oleh orang yang tidak sekasta apalagi kondisinya kurang meyakinkan.
Suatu hari, Wayan tiba-tiba pingsan dan harus dilarikan ke rumah sakit. Ternyata Wayan mengidap beberapa penyakit yang salah satunya adalah epilepsi. Disini dokter memberikan wejangan kalau Wayan tidak boleh berfikir yang ruwet yang pada saat itu diketahui kalau Ayu ingin menjauhi Wayan. Dan dokter bukan hanya memberi wejangan namun sedikit mengancam Ayu, kalau akan terjadi kedua kalinya bisa-bisa jiwanya tidak tertolong. Mendengar pernyataan dokter seperti itu akhirnya Ayu memutuskan untuk apapun yang akan terjadi pada Wayan, Ayu tetap akan melanjutkan cintanya.
Pada tahun 2001 kedua insan ini melangsungkan pernikahan, mengingat statusnya Ayu, diputuskanlah untuk menempuh jalan “Nganten Melaib” / kawin lari. Sesuai dengan adat dan awig-awig setempat, bilamana ada yang menempuh jalan kawin lari, akan ada keluarga dan prajuru adat yang “ngeluku”. Prajuru Desa/banjar tempat Wayan berasal dari Banjar Baturning, Desa Mambal, Badung kemudian melakukan pengarah (pemberitahuan) ke desa asal Ayu untuk memberitahukan bahwa Ayu telah diambil oleh Wayan atas kesepakatan kedua belah pihak tanpa ada paksaan dari pihak manapun yakni cinta sama cinta. Sontak, keluarga tidak menerimanya terutama Ibu Ayu. Hingga ada sedikit perhelatan sampai mendatangkan polisi untuk mengamankan dan menenangkan Sang Ibu.
Pada tahun 2002, lahirlah si buah hati perempuan, Ayu junior. Kedua insan ini (Ayu dan Wayan) masih tetap melanjutkan bekerja di perusahaan yang sama dekat rumah mereka tinggal.
Seiring perjalanan waktu, Wayan sering sakit-sakitan, epilepsinya sering kambuh, yang pada akhirnya Wayan mengambil jalan pintas yang sangat menggegerkan bukan hanya keluarga di desa setempat namun masyarakat Bali sekitarnya. Wayan putus asa dan menempuh jalan mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri di dekat kuburan yang terletak tak jauh dari rumahnya pada tahun 2006.
Semua mata dan perhatian tertuju pada Ayu, betapa ini merupakan takdir dan jalan hidupnya. Namun Ayu tetap tabah menerima semua kenyataan ini. Ayu yang disupport oleh semua keluarga besar Wayan bahkan Ayu telah dianggap bukan sebagai seorang menantu namun lebih sebagai anak sendiri. Ayu membesarkan puteri nya dibantu oleh keluarga Wayan. Ayu tetap bekerja untuk menyambung hidup dan buat si buah hati. Keluarga besar Wayan, teman-teman dimana ia bekerja merasa sangat prihatin melihat Ayu karena Ayu sangat alep, sopan dan tabah dalam menjalani hidup ini. Ayu masih tetap cantik dan belia, sekilas yang belum mengetahui, dikiranya Ayu masih gadis yang belum memiliki suami.
Dua tahun kemudian, sampai akhirnya iba dari rekan sekerjanya, mengenalkan dengan seorang perjaka yang seorang pegawai negeri dari daerah Tabanan. Ayu yang malu-malu wanti-wanti berpesan pada temannya ini agar diceritakan siapa Ayu yang sebenarnya agar kemudian hari tidak menyesal. Oleh calon pengganti Wayan yang juga kebetulan bernama Wayan juga menurut ”mak comblang” nya bisa menerima Ayu apa adanya, bahkan keluarga besarnya si Wayan ini tidak keberatan mengingat status Ayu yang seorang janda beranak satu.
Setahun masa perkenalan dan saling mengenal, diputuskan untuk meningkatkan ke jenjang peresmian yaitu pernikahan. Oleh keluarga besar Almarhum Wayan di Baturning, memberikan ijin dan merestui sepenuhnya Ayu akan melangsungkan pernikahan dengan Wayan – Tabanan. Bahkan, Ayu yang secara resmi menjadi tanggung jawab Keluarga Wayan Almarhum diijinkan untuk ”mepamit” disini mengingat statusnya bukan lagi di Karangasem dimana Ayu berasal namun di Baturning karena sudah ikut suami pertamanya. Semua acara adat dilangsungkan di Baturning oleh pemuka adat dan prajuru Desa Baturning.
Betapa ini merupakan suatu pembelajaran dan pendewasaan adat budaya yang bisa ditiru oleh semua masyarakat Bali. Betapa ini merupakan pemikiran yang amat suci dan luhur, karena bagaimanapun juga Ayu adalah seorang manusia biasa yang ingin tumbuh dan berkembang seperti yang lainnya.
Selamat buat Keluarga Besar Ayu di Baturning, Selamat buat Prajuru Adat Baturning, Selamat buat Keluarga Besar Wayan di Tabanan atas semua ini. Menurut penulis, ini adalah merupakan hal yang ”Agung” luar biasa. Beginilah semestinya bagaimana mengorangkan orang. Ayu sama sekali tidak bersalah dan Ayu berhak atas kehidupan yang layak. Penulis menghimbau sekiranya ada hal yang mirip, kutipan di atas perlu dipertimbangkan. Penulis yakin semua yang terlibat dalam mengantarkan Ayu ke keluarga Wayan di Tabanan akan mendapat pahala karena berbudi amat luhur.