Home > Juli 2012

Juli 2012

2009 06 09 Cinta Hening Ayu

Minggu, 01 Juli 2012 6


Cinta Hening Ayu
Fenomena Pendewasaan Adat Budaya Bali
Oleh Dr. Ni Putu Tirka Widanti

Ayu seorang gadis desa berasal dari Bali Timur memiliki paras anggun cantik dan dari keluarga yang berkasta. Selepas SMA Ayu memilih untuk mencari pekerjaan dan di usia nya yang masih sangat belia (19 th) Ayu memulai karirnya sebagai staff Kitchen di sebuah perusahaan swasta yang dimiliki oleh investor Asing. Di perusahaan ini bertemulah dia dengan pujaan hati yang bernama Wayan. Wayan rumahnya tidak jauh dari perusahaan kedua belah pihak bekerja. Tanpa memandang status, Ayu menjalankan cintanya tak perduli apa latar belakang si Wayan. Dua bulan setelah mereka berdua mengikrarkan pertalian cintanya baru diketahui kalau Wayan sakit-sakitan, sering memperlihatkan peringai yang aneh. Melihat kenyataan yang ada disini Ayu mulai bimbang. Sempat terlintas di benaknya ingin memutuskan tali percintaannya bukan hanya karena Wayan sakit-sakitan namun karena status dua insan ini berbeda, sudah barang tentu keluarga Ayu terutama Ibundanya tidak merestui putri kesayangannya kelak dinikahi oleh orang yang tidak sekasta apalagi kondisinya kurang meyakinkan.

Suatu hari, Wayan tiba-tiba pingsan dan harus dilarikan ke rumah sakit. Ternyata Wayan mengidap beberapa penyakit yang salah satunya adalah epilepsi. Disini dokter memberikan wejangan kalau Wayan tidak boleh berfikir yang ruwet yang pada saat itu diketahui kalau Ayu ingin menjauhi Wayan. Dan dokter bukan hanya memberi wejangan namun sedikit mengancam Ayu, kalau akan terjadi kedua kalinya bisa-bisa jiwanya tidak tertolong. Mendengar pernyataan dokter seperti itu akhirnya Ayu memutuskan untuk apapun yang akan terjadi pada Wayan, Ayu tetap akan melanjutkan cintanya.

Pada tahun 2001 kedua insan ini melangsungkan pernikahan, mengingat statusnya Ayu, diputuskanlah untuk menempuh jalan “Nganten Melaib” / kawin lari. Sesuai dengan adat dan awig-awig setempat, bilamana ada yang menempuh jalan kawin lari, akan ada keluarga dan prajuru adat yang “ngeluku”. Prajuru Desa/banjar tempat Wayan berasal dari Banjar Baturning, Desa Mambal, Badung kemudian melakukan pengarah (pemberitahuan) ke desa asal Ayu untuk memberitahukan bahwa Ayu telah diambil oleh Wayan atas kesepakatan kedua belah pihak tanpa ada paksaan dari pihak manapun yakni cinta sama cinta. Sontak, keluarga tidak menerimanya terutama Ibu Ayu. Hingga ada sedikit perhelatan sampai mendatangkan polisi untuk mengamankan dan menenangkan Sang Ibu.

Pada tahun 2002, lahirlah si buah hati perempuan, Ayu junior. Kedua insan ini (Ayu dan Wayan) masih tetap melanjutkan bekerja di perusahaan yang sama dekat rumah mereka tinggal.

Seiring perjalanan waktu, Wayan sering sakit-sakitan, epilepsinya sering kambuh, yang pada akhirnya Wayan mengambil jalan pintas yang sangat menggegerkan bukan hanya keluarga di desa setempat namun masyarakat Bali sekitarnya. Wayan putus asa dan menempuh jalan mengakhiri hidupnya dengan menggantung diri di dekat kuburan yang terletak tak jauh dari rumahnya pada tahun 2006.

Semua mata dan perhatian tertuju pada Ayu, betapa ini merupakan takdir dan jalan hidupnya. Namun Ayu tetap tabah menerima semua kenyataan ini. Ayu yang disupport oleh semua keluarga besar Wayan bahkan Ayu telah dianggap bukan sebagai seorang menantu namun lebih sebagai anak sendiri. Ayu membesarkan puteri nya dibantu oleh keluarga Wayan. Ayu tetap bekerja untuk menyambung hidup dan buat si buah hati. Keluarga besar Wayan, teman-teman dimana ia bekerja merasa sangat prihatin melihat Ayu karena Ayu sangat alep, sopan dan tabah dalam menjalani hidup ini. Ayu masih tetap cantik dan belia, sekilas yang belum mengetahui, dikiranya Ayu masih gadis yang belum memiliki suami.

Dua tahun kemudian, sampai akhirnya iba dari rekan sekerjanya, mengenalkan dengan seorang perjaka yang seorang pegawai negeri dari daerah Tabanan. Ayu yang malu-malu wanti-wanti berpesan pada temannya ini agar diceritakan siapa Ayu yang sebenarnya agar kemudian hari tidak menyesal. Oleh calon pengganti Wayan yang juga kebetulan bernama Wayan juga menurut ”mak comblang” nya bisa menerima Ayu apa adanya, bahkan keluarga besarnya si Wayan ini tidak keberatan mengingat status Ayu yang seorang janda beranak satu.

Setahun masa perkenalan dan saling mengenal, diputuskan untuk meningkatkan ke jenjang peresmian yaitu pernikahan. Oleh keluarga besar Almarhum Wayan di Baturning, memberikan ijin dan merestui sepenuhnya Ayu akan melangsungkan pernikahan dengan Wayan – Tabanan. Bahkan, Ayu yang secara resmi menjadi tanggung jawab Keluarga Wayan Almarhum diijinkan untuk ”mepamit” disini mengingat statusnya bukan lagi di Karangasem dimana Ayu berasal namun di Baturning karena sudah ikut suami pertamanya. Semua acara adat dilangsungkan di Baturning oleh pemuka adat dan prajuru Desa Baturning.
Betapa ini merupakan suatu pembelajaran dan pendewasaan adat budaya yang bisa ditiru oleh semua masyarakat Bali. Betapa ini merupakan pemikiran yang amat suci dan luhur, karena bagaimanapun juga Ayu adalah seorang manusia biasa yang ingin tumbuh dan berkembang seperti yang lainnya.

Selamat buat Keluarga Besar Ayu di Baturning, Selamat buat Prajuru Adat Baturning, Selamat buat Keluarga Besar Wayan di Tabanan atas semua ini. Menurut penulis, ini adalah merupakan hal yang ”Agung” luar biasa. Beginilah semestinya bagaimana mengorangkan orang. Ayu sama sekali tidak bersalah dan Ayu berhak atas kehidupan yang layak. Penulis menghimbau sekiranya ada hal yang mirip, kutipan di atas perlu dipertimbangkan. Penulis yakin semua yang terlibat dalam mengantarkan Ayu ke keluarga Wayan di Tabanan akan mendapat pahala karena berbudi amat luhur.

2009 06 14 KORAN TOKOH (Bergeser Diam-diam)

0


2005 04 17 KORAN TOKOH (Mengalir Semangat Kartini)

0


2008 07 07 Perusahaan Perak yang Punya Departemen Kebun dan Ternak

0


Oleh arixs
Senin, 07-July-2008, 11:34:43
93 klik

SEBAGAI bagian sebuah lingkungan, KTI pun tak lepas dari rasa kebersamaan dan kepedulian. Menurut Ni Putu Tirka Widanti, direktur perusahaan KTI, sudah sepatutnya mereka turut di kegiatan Banjar Baturening, wilayah tempat mereka berada.
”Karena kami berada bersama mereka. Jika ada kegiatan, meskipun saya tidak selalu dapat menghadiri mewakili perusahaan, pasti ada perwakilan perusahaan yang datang. Kalau yang terjadi adalah sebuah peristiwa kematian, begitu mendengar, pada kesempatan pertama kami wajib datang langsung. Begitu pun pada saat upacara ngaben, kami upayakan hadir juga,” ujarnya. Ni Putu Tirka dan Putu Parmini sepakat bahwa itu semua adalah ekspresi mereka menghormati desa dan masyarakatnya. Bagi mereka, rasanya tidak cukup hanya menjalin hubungan baik dengan pemimpin setempat. Itu sebabnya, mereka pun melebur dan terlibat secara penuh dengan masyarakat sekitar. Bagi masyarakat Bali, hal itu sangat berarti dibandingkan sekadar mengirim uang. Sebab, mereka menyadari hubungan baik dibutuhkan saling tolong-menolong dan bukan semata urusan materi. ”Pokoknya kami dengan masyarakat sekitar sini, pakedek pakenyung bareng-bareng. Sesekali kami juga memberikan sumbangan untuk even tertentu,” tutur Tirka. Selain itu, tiap tahun ajaran baru mereka memberikan paket sekolah bagi anak-anak di lingkungan warga banjar adat Baturening untuk merangsang mereka senang bersekolah. Kedua wanita ini meyakini, dengan melakukan kewajiban yang sama dengan keluarga-keluarga lain di wilayah banjar setempat, mereka bisa menjalin hubungan yang harmonis satu sama lain. ”Terbukti ketika odalan Purnama Kedasa di padmasana di sini, masyarakat Banjar Baturening sepenuhnya membantu,” ungkap Ni Putu Tirka. ”Kalau odalan di sini semua ikut termasuk tenaga ekspatriat yang ada beserta keluarga mereka masing-masing, dan karyawan di sini mengambil bagian dengan magambel,” lanjut Putu Parmini. Mereka dibantu seorang mangku dari banjar jika maturan harian. Usai persembahyangan mereka makan bersama, yang sekaligus bermakna sebuah kebersamaan di antara mereka. ”Kalau di pura besar banjar melangsungkan odalan besar tiap Purnama Kapat, kami semua juga maturan ke sana,” imbuh Putu Parmini. Masih seputar hubungan baik, diungkapkan oleh Ni Putu Tirka meskipun KTI adalah sebuah perusahaan perak namun mereka memiliki departemen kebun dan ternak. Tujuannya adalah untuk mengantisipasi bagi mereka yang belum mengenyam pendidikan cukup, bisa berpartisipasi dengan menggarap kebun dan beternak. ”Ada irigasi di tempat kami dan kami pun masuk anggota subak di sini,” katanya. Perhatian kecil juga diberikan pada karyawan. Mereka diberi kesempatan beristirahat siang setelah menikmati santap siang yang disediakan. ”Yang penting mereka bisa mengatur waktu istirahatnya, misalnya ada seorang ibu yang masih menyusui, ia bisa memanfaatkan waktunya untuk pulang menyusui,” ujar Putu Parmini. Mereka juga memiliki kebijakan khusus bagi ibu hamil, yaitu mereka pulang lebih awal 10 menit dibanding karyawan lainnya. ”Agar mereka tidak berdesakan karena karyawan kami banyak,”cetusnya. Mereka juga bekerja sama dengan Rumah Sakit Surya Husada dalam bidang kesehatan. Tiap hari salah seorang petugas dari RS Surya Husada siap di klinik KTI selama jam kerja. ”Dokter hadir tiap Kamis, Senin, Rabu, dan Jumat. Yang bisa berobat bukan hanya karyawan tapi juga keluarga mereka,” kata Putu Parmini. - ard

2008 07 07 Pabrik Perak di Tengah Sawah Beratap Ilalang, Berdinding Bambu

0


Oleh arixs
Senin, 07-July-2008, 11:34:11
150 klik


DI Banjar Baturening, Mambal, Abiansemal, Badung di petak-petak sawah yang dikelilingi aliran sungai terlihat sebuah bengkel, di mana ratusan orang bekerja di dalamnya.
Mereka merancang dan mengukir perhiasan yang bukan saja indah tapi juga paling unik dan banyak dilihat di dunia, khususnya Amerika, the John Hardy (JH) Collection. Pekan lalu Tokoh berkesempatan mengunjungi perusahaan yang hadir di lokasi tersebut sejak 1997 ini. Walaupun berdiri tepat di depannya, orang tak akan pernah sadar bahwa mereka sedang menatap sebuah pabrik perak, begitu kata masyarakat sekitar. Pabrik ini terlihat seperti rumah penduduk atau mungkin seperti kompleks boutique hotel yang dibangun di daerah pedesaan, di tengah persawahan. Bangunan dengan desain khusus yang ada ini sangat impresif dan terlihat khas. Tak ketinggalan, tampak pula canang-canang cantik diletakkan di beberapa lokasi. Inilah studio asal koleksi perhiasan dengan merek JH. Tempat ini adalah sebuah kompleks yang terbuat dari beberapa bangunan dengan lingkungan alam yang dibiarkan apa adanya, sesuai kontur tanah asli. Bahan bangunan pun berupa material ramah lingkungan, seperti atap ilalang, dinding dari bambu atau diplester dengan popolan endut serta lantai dari bebatuan lokal. Menurut Ni Luh Putu Parmini, semua bangunan tidak dibangun permanen tanpa semen, beton dan sejenisnya agar mudah mengembalikan ke asalnya ketika usaha tersebut tak lagi di sana. Parmini ingat pesan perintis awal, John Hardy, tidak boleh mengubah sawah menjadi pabrik tanpa memberi kemungkinan mengubahnya kembali menjadi sawah, jika diperlukan suatu saat kelak. Damien Dernoncourt sepaham, kalau kita semua tidak akan berada di dunia ini selamanya. Jadi, suatu hari, jika orang Bali menginginkan mengubah pabrik ini menjadi sawah kembali, hal itu dapat dilakukan hanya dalam waktu seminggu saja. Pemandangan lain, terlihat ruas jalan berbatu kali yang menghubungkan bangunan satu dengan lainnya di lokasi tersebut. Di sekelilingnya tampak sungai dengan air yang mengalir. Jalannya pun tak semua datar melainkan menanjak atau malah menurun. Karena itu, bagi para tamu yang berkunjung dan ingin berkeliling disarankan menggunakan sepatu khusus berjalan dan tidak menggunakan sepatu atau sandal berhak tinggi. Selama Putu Parmini mengantar Tokoh berkeliling melihat pabrik perak tersebut, ia menjelaskan, semua yang ditanam dan tumbuh di sekitarnya adalah 80 % dapat dikonsumsi. Ada kebun tropis yang menaungi kompleks yang terdiri atas kelompok pohon tebu, jagung, cabai, sayuran dan pohon terung berdaun sangat hijau, yang memberikan warna kebiru-biruan. Tiap semua sudut yang ada dimanfaatkan untuk bertanam. ”Ada tukang kebunnya, mereka juga telah biasa membuat kompos sendiri. Sementara yang bertugas beternak, jika ada rumput gajah dipotong dengan tangan untuk makanan sapi,” ujar Parmini sembari menujukkan kandang sapi dan beberapa binatang peliharaan lainnya seperti kambing, kelinci dan babi. Ni Putu Tirka Widanti, pemimpin perusahaan, mengatakan kalau di pabrik perhiasan ini orang bukan hanya bekerja namun juga menjadi ajang pemelajaran. Melalui lingkungan pertanian organik kecil ini banyak hal bisa dipraktikkan. Berbagai jenis tanaman dan sayuran yang tumbuh di sana dapat digunakan untuk tambahan suplai makanan. ”Kami semua juga diajarkan mengenal nasi yang tiap hari kita konsumsi itu dengan cara mengajak semuanya turun langsung mamula padi,” ujarnya tersenyum. Deretan bengkel di bangunan sederhana tersebut penuh dengan cahaya dan udara segar, terlihat sebuah ruang tempat membuat rantai emas atau perak. Ada juga tempat mengolah kayu palem hitam yang digunakan untuk peralatan rumah tangga. Di bengkel yang lain, para tukang perhiasan tampak membuat lembaran tipis dari perak dan membentuknya menjadi bola kecil yang indah. Di tempat lainnya lagi terdapat ruangan tempat mencairkan dan pewarnaan bahan-bahan mentah. Semua perhiasan dikerjakan dengan tangan. Mesin tak dapat membuat produk seunik ini. ”Kami harus menciptakan situasi yang memungkinkan karyawan bekerja sebaik-baiknya,” ujar Ni Putu Tirka lebih lanjut seraya memperlihatkan deretan panel dinding yang dapat digeser untuk mengendalikan jumlah cahaya dan udara yang dapat dialirkan ke dalam ruangan. Para pekerja pun dapat mengaturnya sesuai yang diinginkan. Mereka bisa bekerja di tempat terbuka, tetapi pada saat cuaca buruk, dapat ditutup dengan rapat. Di langit-langit tergantung kipas angin karena di sana diputuskan tidak menggunakan pendingin udara. Di areal tersebut juga ada sebuah wantilan klasik terbuka yang besar, dengan penyangga di tengah dan di sekeliling bagian luar untuk menyangga lantai bagian atas. Menurut Parmini, pemilik lama pernah mengatakan mungkin suatu hari, desa akan menggunakan ruangan ini sebagai tempat berkumpul. Sekarang menjadi istananya para deasiner. Di wantilan inilah perancang menuangkan semua ide untuk kreasinya. Ada pula wax carver (para pemilik magic hand) yang akan menerjemahkan gambar mereka. Di wilayah lain lagi ada ruang teknologi informasi lengkap dengan server-nya. “Ini teknologi New York di Bali. Mereka yang mengelola jaringan bisnis ini dengan dunia luar,” kata Parmini. Pada tengah hari, ada jamuan makan siang yang disediakan bagi tiap pengunjung secara gratis. Makan siang disiapkan di bawah pohon banyan yang menaungi dapur tradisional dan meja makan. Ketika seluruh pekerja mengambil makan siangnya secara bergiliran, para eksekutif dan manager serta tim internasional sekitar 50 orang, semuanya makan siang bersama. - ard

2010 02 21 KORAN TOKOH (Pasar Bebas)

0


2010 01 31 KORAN TOKOH (Terapi Konflik Adat)

0


Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Search